PEMIKIRAN MUHAMMAD NATSIR
Oleh : Nur’aina Sastri
Jurusan/Semester: PAI/IV
Konsentrasi: Qur’an Hadits
Dosen Pengampu:
Dra. Hj. Ilmiyati, M.Ag
Madju atau mundurnja salah satu kaum bergantung
sebagian besar kepada peladjaran dan pendidikan jang berlaku dalam kalangan
mereka itu. Tak ada satu bangsa jang terbelakang menjadi madju, melainkan
sesudahnja mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda
mereka
(Muhammad Natsir)
A.
PENDAHULUAN
Peradaban umat Islam mengalami kemajuan pada masa kepemimpinan
Rasulullah Saw. kedatangan Rasulullah membawa perubahan kearah pertumbuhan dan
perkembangan disegala sisi, baik itu ketauhidan, pemerintahan, dan pengetahuan.
Rasulullah tidak hanya berperan sebagai pemimpin agama,akan tetapi dalam hal
kepemimpinan pemerintahannya, beliau mampu membawa masyarakat kepada kemajuan
Peradaban Islam mengalami kemunduran cukup lama. Saat ini, wujud nyata Islam yang melahirkan berbagai pengetahuan seakan
hilang begitu saja. Bahkan, Islam saat
ini seolah terbatas hanya pada ruang sempit. Hal ini semakin mendominasi
pandangan orang-orang awam yang mengikuti pada paham adanya dikotomi pendidikan.
Salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran umat Islam dan khususnya
keterbelakangan yang terjadi di Indonesia adalah paham dikotomi pendidikan.
Salah satu tokoh yang berjuang untuk memperbaharui pendefinisian dan
implementasi pendidikan di Indonesia adalah Muhammad Natsir. Para tokoh Islam
yang berusahan berkecimpung dalam hal ini juga dilatarbelakangi oleh adanya
dikotomik pendidikan (kegamaan dan pengetahuan umum). Kepedulian mereka
merupakan wujud kepedulian mereka terhadap pandangan dikotomik yang sangat
mendominasi masyarakat Indonesia. padahal, segala ilmu pengetahuan berawal dari
Keislamaaan. Tapi sayangnya, kebanyakan masyarakat Indonesia menjadikan Barat
sebagai kiblat kemajuan pengetahuan.
Melalui berbagai kegiatan/pendekatan politik dan kultural di Indonesia
keduanya berhasil secara signifikan dalam merubah wajah dan sistem (manajemen)
pendidikan khususnya pada cakupan kurikulum pendidikan dan lembaga-lembaga
pendidikan Islam. Pokok-pokok pemikiran kedua tokoh ini akhirnya menginspirasi
dinamika pendidikan di Indonesia hingga kini. Oleh karena itu, didalam makalah
ini akan menguraikan tentang salah satu dari kedua tokoh tersebut, yaitu
Muhammad Natsir mengenai biografi, karya dan hasil pemmikirannya.
B. Biografi Muhammad Natsir
Nama lengkapnya Muhammad Natsir dilahirkan di Alahan Panjang, Solok pada
tanggal 17 Juli 1908. Kedua orang tuanya berasal dari Maninjau. Ayahnya bernama
Idris Sutan Saripado adalah pegawai pemerintah dan pernah menjadi Asisten
Demang di Bonjol. Natsir adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dia kemudian
diangkat menjadi penghulu atau kepala suku Piliang dengan gelar Datuk Sinaro
Panjang di Pasar Maninjau.[1]
Sebagai seorang pegawai bawahan, ayanya sering berpindah tugasdari satu
daerah kedaerah lain. Semula ditugaskan didaerah asalnya Alahan Panjang,
kemudian dipercaya menjadi asisten demang di Bonjol, berikutnya menjadi juru
tulis kontrolir di Maninjau, lalu dimutilasikan sebagai sipir di Bekeru
Sulawesi menjelang pensiun di kembalikan lagi ke tempat tugas semula di Alahan
Panjang. Kondisi kehidupan orang tua yang sering berpindah tugas, ikut pula
mempengaruhi latar belakang pendidikan Mohammad Natsir.[2]
Mohammad Natsir merupakan salah seorang pejuang yang berjuang untuk mempertahankan
negara kesatuan RI. Ia telah berjasa dalam menyelamatkan Republik dari ancaman
perpecahan. pada tahun 1949 berhasil membujuk Syafruddin Prawiranegara, yang
bersama Sudirman merasa tersinggung dengan perundingan Rum-Royen, untuk kembali
ke Jogya dan menyerahkan pemerintahan kembali kepada Sukarno Hatta. Dia jugalah
kemudian yang berhasil melunakkan tokoh Aceh, Daud Beureuh yang menolak
bergabung dengan Sumatera Utara pada tahun 1950, terutama karena keyakinan Daud
Beureuh akan kesalehan Natsir, sikap pribadi yang tetap dipegang teguh sampai
akhir hayatnya”.[3] Pada
tahun 1923, Natsir lulus dari HIS. Ia lalu pergi kekota Padang dan melanjutkan
ke MULO (Midlebare Uitgebreid Larger Onderwys). Untuk menjadi pelajar di MULO
dimasa itu, sedikitnya harus memenuhi beberapa persyaratan. Ia mestilah
anakyang punya kemampuan intelektual memadai, mampu berbahasa Belanda dan
biasanya anak orang terpandang. Ketika di MULO inilah Natsir mulai mengenal
Jong Islamitien Bond. Usai menamatkan MULO pada tahun 1927 Natsir pergi ke
Bandung dan melanjutkan pendidikan formalnya di AMS (Algemene Middlebare
School). Disinilah Natsir mulai berkenalan dengan pergaulan yang meluas. Di AMS
Natsir mendapat nilai tertinggi dalam bahasa latin. Dengan bekal kemampuannya
berbahasa asing, ia mampu mengakses ilmu pengetahuan dengan berbasis bahasa
tersebut. Karena usianya yang masih belia 21 tahun, Natsir sudah fasih
menjelaskan peradaban dunia yang berbasis pada Islam, Romawi, dan Yunani.[4]
Natsir mendalami Islam, bukan hanya mengenai teologi (tauhid), ilmu fiqih
(syari’ah), tafsir dan hadis semata, tetapi juga filsafat, sejarah, kebudayaan
dan politik Islam. Di samping itu ia juga belajar dari H. Agus Salim, Syekh
Ahmad Soorkati, HOS Cokroaminoto dan A.M. Sangaji, tokoh-tokoh Islam terkemuka
pada waktu itu, beberapa di antaranya adalah tokoh pembaharu Islam yang
mengikuti pemikiran Mohammad Abduh di Mesir. Pengalaman ini semua memperkokoh
keyakinan Natasir untuk berjuang dalam menegakkan agama Islam”.[5]
Natsir juga seorang tokoh pendidik, pembela rakyat kecil dan negarawan
terkemuka di Indonesia pada abad kedua puluh. Kemudian ketika kegiatan
politiknya dihambat oleh penguasa, dia berjuang melalui dakwah dengan membentuk
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dimana dia berkiprah sampai akhir hayatnya
membangun masyarakat di kota-kota dan pedalaman terpencil. Pengalaman
organisasinya mulai ketika dia masuk Jong Islamieten Bond (JIB) di Padang. Di
Bandung dia menjadi wakil ketua JIB pada 1929-1932, menjadi ketua Partai Islam
Indonesia cabang Bandung, dan pada tahun empat puluhan menjadi anggota Majlis
Islam Indonesia (MIAI), cikal bakal partai Islam Masyumi (Majlis Syura Muslimin
Indonesia) yang kemudian dipimpinnya. Dan Ia menjalin hubungan dengan tokoh
politik seperti Wiwoho yang terkenal dengan mosinyaIndonesia Berparlemen kepada pemerintah
Belanda, dengan Sukarno, dan tokoh politik Islam lainnya yang kemudian menjadi
tokoh Masyumi, seperti Kasman Singodimejo, Yusuf Wibisono dan Mohammad Roem.
Berbeda dengan tokoh pergerakan lainnya, sejak semula Natasir juga bergerak di
bidang dakwah untuk membina kader. Pada mulanya ia aktif dalam pendidikan agama
di Bandung, kemudian mendirikan lembaga Pendidikan Islam (Pendis) yang mengasuh
sekolah dari TK, HIS, Mulo dan Kweekschool yang dipimpinnya 1932-1942”.[6]
Di samping itu ia rajin menulis artikel di majalah terkemuka, seperti Panji
Islam, Al Manar, Pembela Islam dan Pedoman Masyarakat. Dalam tulisannya dia
membela dan mempertahankan Islam dari serangan kaum nasionalis yang kurang
mengerti Islam seperti Ir. Sukarno dan Dr. Sutomo. Khusus dengan Sukarno, Natsir
terlibat polemik hebat dan panjang antara tahun 1936-1940an tentang bentuk dan
dasar negara Indonesia yang akan didirikan. Natsir menolak ide sekularisasi dan
westernisasi ala Turki di bawah Kemal Attaturk dan mempertahankan ide kesatuan
agama dan negara. Tulisan-tulisannya yang mengeritik pandangan nasionalis
sekuler Sukarno ini kemudian dibukukan bersama tulisan lainnya dalam dua jilid
buku Capita Selecta.
Kegiatan politik Natsir menonjol sesudah dibukanya kesempatan mendirikan
partai politik pada bulan November 1945. Bersama tokoh-tokoh Islam lainnya
seperti Sukiman dan Roem, dia mendirikan partai Islam Masyumi, menjadi anggota
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Badan Pekerja KNIP. Dalam
kabinet Syahrir I dan II (1946-1947) dan dalam kabinet Hatta 1948 Natsir
ditujuk sebagai Menteri Penerangan. Sebagai menteri, tanpa rasa rendah diri dia
menerima tamunya di kantor menteri dengan pakaian amat sederhana, ditambal,
sebagaimana ditulis kemudian oleh Prof. George Kahin, seorang ahli sejarah
Indonesia berkebangsaan Amerika yang waktu itu mengunjunginya di Yogya. Ketika
terbentuknya negara RIS sebagai hasil perjanjian KMB pada akhir Desember 1949,
Natasir memelopori kembali ke negara kesatuan RI dengan mengajukan Mosi Integral
kepada parlemen RIS pada tanggal 3 April 1950. Bersama dengan Hatta yang juga
menjabat sebagai Perdana Menteri RIS, ide ini tercapai dengan dibentuknya
negara kesatuan RI pada 17 Agustus 1950. Mungkin atas jasanya itu, Natsir
ditunjuk sebagai Perdana Menteri oleh Sukarno, atau juga karena pengaruhnya
yang besar, sebagaimana kemudian terlihat dari hasil Pemilu 1955”.[7]
Pada masa Demokrasi Terpimpin Soekarno pada tahun 1958, Natsir mengambil
sikap menentang politik pemerintah. Keadaan ini mendorongnya untuk bergabung
dengan para penentang lainnya dan membentuk pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI), suatu pemerintahan tandingan di Pedalaman Sumatera. Tokoh
PRRI menyatakan bahwa pemerintah di bawah presiden Soekarno saat itu secara
garis besar telah menyeleweng dari UUD 1945. Sebagai akibat tindakan Natsir dan
tokoh PRRI lainnya yang didominasi anggota Masyumi ditangkap dan dimasukkan
penjara. Natsir dikirim ke Batu Malang (1962-1964), Syafarudin
Prawiranegara dikirim ke Jawa Tengah,
Burhanuddin Harahap dikirim ke luar negeri. Partai Masyumi dibubarkan melalui
pidato Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1960. Natsir dibebaskan pada bulan Juli
1966 setelah pemerintah Orde lama digantikan oleh pemerintahan Orde Baru.[8]
Pada saat Orde Baru muncul, Natsir tidak mendapat tempat kedudukan
dipemerintahan Orde Baru untuk ikut memimpin negara. Oleh karena itu, pada
tahun 1967 Natsir beserta para ulama lainnya melalui yayasan yang dibentuknya
di Jakarta, yaitu Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) memilih dakwah
sebagai format gerakannya, tidak melalui format politik. Namun demikian ia juga
tetap kritis terhadap berbagai masalah politik. Sikap kritis dan korektif
Natsir pada masa itu membuat hubungannya dengan pemerintahan Orde Baru menjadi
tidak harmonis.
Ketika PRRI berakhir dengan pemberian amnesti, Natsir bersama tokoh lainnya
kembali, namun kemudian ia dikarantina di Batu, Jawa Timur (1960-62), kemudian
di Rumah Tahanan Militer Jakarta sampai dibebaskan oleh pemerintahan Suharto
tahun 1966. Ia dibebaskan tanpa pengadilan dan satu tuduhanpun kepadanya.
Walaupun tidak lagi dipakai secara formal, Natsir tetap mempunyai pengaruh dan
menyumbang bagi kepentingan bangsa, misalnya ikut membantu pemulihan hubungan
Indonesia dengan Malaysia. Melalui hubungan baiknya, Natasir menulis surat
pribadi kepada Perdana Menteri Malaysia Tungku Abdul Rahman guna mengakhiri
konfrontasi Indonesia-Malaysia yang kemudian segera terwujud.”[9]
Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang
kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan
Negara-negara Islam di Afrika Utara. Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor HC
dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima Faisal
Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam
dan Dr HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia pada tahun 1991 dalam
bidang pemikiran Islam.”[10]
Pada tanggal 6 Februari 1993 Natasir meninggal dunia di Rumah sakit
CiptoMangunkusumo Jakarta dalam usia 85 tahun. Natsir meninggalkan seorang
istri, Nur Nahar yang dinikahinya pada tanggal 20 oktober 1934 di Bandung dan
enam orang anak serta sejumlah cucu.[11] Dan
dikuburkan di TPU Karet, Tanah Abang. Ucapan belasungkawa datang tidak saja
dari simpatisannya di dalam negeri yang sebagian ikut mengantar jenazahnya ke
pembaringan terakhir, tapi juga dari luar negeri, termasuk mantan Perdana
Menteri Jepang, Takeo Fukuda yang mengirim surat duka kepada keluarga almarhum
dan bangsa Indonesia. Walaupun telah tiada, buah karya dan pemikirannya dapat
dibaca dari puluhan tulisannya yang sudah beredar, mulai dari bidang politik,
agama dan sosial, di samping lembaga-lembaga amal yang didirikannya.
C.
Pemikiran
Muhammad Natsir Tentang Pendidikan
Pemahaman
Muhammad Natsir tentang Pendidikan memiliki tiga pesoalan penting yang harus
dicermati: bagaimana hakikat manusia sebagai pelaku pendidikan, bagaimana
hakikat pendidikan menurut Islam, dan bagaimana konsep nilai yang ingin direalisasikan
dalam sistem pendidikan.
1.
Konsep
Pendidikan
Salah satu
konsep pendidikan yang terkenal dari Natsir adalah konsep pendidikan yang
integral, harmonis, dan universal. Konsep ini merupakan hasil dari ijtihad dan
renungan yang digali Natsir langsung dari Al-qur’an dan Hadis. Konsep
pendidikan tersebut juga merupakan reaksi serta refleksi Natsir terhadap
kenyataan sosio historis yang ditemukan dalam masyarakat. Konsep tersebut
menurut Natsir ternyata tidak atau belum ditemukan dalam masyarakat Islam dimanapun.
Natsir menilai bahwa pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat Islam tidak
sesuai dengan konsep pendidikan ideal yang dicita-citakan Natsir. Konsep
pendidikan yang ada adalah konsep pendidikan yang bersifaat parokhial,
diferensial, dikotomis, dan disharmonis. Bukan konsep yang universal, integral,
dan harmonis. Kondisi tersebut menurutnya diakibatkan dunia Islam sekian lama
berada dalam alam kegelapan didominasi oleh pemikiran tasawuf dan berada dalam
penjajahan Barat selama berabad-abad.[12]
Konsepsi
pendidikan yang diungkapkan Natsir tidak dapat dilepaskan dari misinya untuk
menyebarkan agama Islam, sebagai agama yang universal. Islam bukan sekadar
ajaran tentang tata hubungan antara manusia dengan tuhan, melainkan suatu
pandangan hidup dan sekaligus pegangan hidup. Bersifat universal ini dapat
dipahami bahwa Islam tidak mengenal batas-batas negeri, negara, dan benua.
Dengan demikian, kebenaran tidak mengenal Barat dan Timur. Dengan demikian,
tidak perlu ada pertentangan dalam ilmu, apakah datangnya dari Barat ataupun
dari Timur. Itulah sebabnya Rasulullah tidak membatasi wilayah-wilayah tertentu
bagi umatnya untuk mendapatkan ilmu. Menurut Muhammad Natsir, pendidikan Timur
dan Barat tidak dipertentangkan. Sebagai sesuatu yang diciptakan oleh manusia
sendiri dan bersifat baru. Kedua sistem pendidikan mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Oleh karena itu, pendidikan yang islami adalah pendidikan yang
mengambil yang baik dari manapun datangnya dan menyingkirkan yang buruk dari
manapun datangnya. Pendapat ini memperkuat prinsip Natsir yang menyatakan bahwa
pendidikan Islam bersifat universal dan sekaligus integral dan harmonis.
Menurut Natsir, kemajuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam tidaklah
diukur dengan penguasaan duniawi saja, akan tetapi sampai dimana kehidupan
duniawi memberikan aset kehidupan diakhirat kelak.[13]
Menurut
Natsir, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, hanya dua instrumen yang dapat
digunakan, yakni inderawi dan akal. Melalui inderawi, akan dapat diketahui ilmu
yang bersifat konkrit, sedangkan melalui akal, akan dapat diketahui ilmu yang
bersifat metafisik melalui proses olah pikir memahami ayat-ayat Tuhan, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Menurut Natsir, untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan secara sistematis dan komprehensif diperlukan corak lembaga
pendidikan yang lebih variatif, bisa berbentuk lembaga pendidikan keagamaan dan
dapat pula berbentuk lembaga pendidikan umum. Bertolak dari landasan diatas,
maka dalam tataran implementatif terlihat Natsir mengutip pendapat Muhammad
Abduh, tentang perlunya proses transformasi ilmu pengetahuan terhadap peserta
didik yang harus disesuaikan dengan tingkatan perkembangan kecerdasannya.[14]
2.
Manusia
sebagai Subjek Pendidikan
Dalam
pandangan Muhammad Natsir, manusia merupakan makhluk Allah yang paling istimewa
jika dibandingkan dengan makhluk lainnya, baik jasmani maupun rohani. Pada
aspek jasmaniah, keistimewaan manusia bukanlah difokuskan pada bentuk fisik
lahiriah karena fisik akan selalu berproses dan kembali ke asalnya menjadi
tanah. Keistimewaan fisik lebih dominan pada kemampuannya memfungsikan
pancaindera untuk dapat menghubungkan dirinya dengan alam luar sekelilingnya.
Dengan demikian manusia memungkinkan untuk dapat melakukan rekayasa alam untuk
kelangsungn hidupnya kearah yang lebih baik. Sedangkan dari segi ruhani,
manusisa memiliki ruh, akal, hati, dhomir (hati nurani) dan nafsu.[15]
Adapun
menurut Natsir, ruh merupakan tabi’at Ilahi yang berasal dari alam arwah dan
selalu berada dalam kesucian. Karena ruh tersebut bersifat ruhaniah dan suci,
maka setelah ruh ditiupkan Allah ke dalam jasad manusia ia tetap dalam keadaan
suci. Fungsi ruh bagi manusia adalah sebagai sumber kehidupan dan sumber
kemuliaan. Dalam pandangannya, manusia hanya
mampu memperhatikan gejala yang ditimbulkan ruh. Pendapat ini
didasarkannya pada firman Allah dalam Q.S. al-Sajdah: 9 yang berbunyi: “Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.
Disisi lain, adapun akal sebagai komponen ruhani
menurut Natsir merupakan daya berfikir yang terdapat di otak, fungsi akal
adalah untuk dapat berfikir memahami sunnatullah sekaligus mampu memecahkan
masalah yang dihadapi dalam realitas kehidupan manusia. Sedangkan hati
merupakan daya berfikir yang terletak pada jiwa manusia yang dapat merasakan
keindahan dan kebaikan. Menurut Natsir ada dua sumber pengetahuan yang dimiliki
manusia, yakni pengetahuan akal yaitu mengetahui yang baik dan yang buruk.
Sedangkan pengetahuanhati yaitu manusia dapat merasakan mana yang baik dan mana
yang buruk.[16]
Semua komponen ruhaniah, sebagaimana disebut diatas
merupakan kebutuhan esensial bagi manusia secara integral untuk mencapai tujuan
hidupnya. Jika terjadi ketimpangan, sehingga terkadang nafsu tidak lagi dapat
dikendalikan oleh dhomir, maka manusia akan jatuh pada derajat yang hina,
bahkan lebih hina dari hewan. Sebagai ciptaan Allah yang suci, maka fitrah
setiap individu pada hakikatnya adalah suci, tidak ada dosa warisan terhadap
fitrah manusia tersebut, meskipun seorang individu terlahir dari kalangan
keluarga non muslim. Baik atau buruknya seseorang baru dapat dinilai setelah
terjadi proses interaksi antara fitrah yang dimiliki dengan situasi lingkungan
yang mempengaruhinya.
3.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai oleh
Mohammad Natsir adalah membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak
mulia, maju dan mandiri sehingga memiliki ketahanan rohaniah yang tinggi serta
mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan masyarakat.[17]
Menurut
Natsir, tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah merealisasikan idealitas Islam
yang pada intinya menghasilkan manusia yang berperilaku Islami, yakni beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan
naisonal yang terpatri dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menempatkan beriman dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa
sebagai tujuan sentral.
Menurut M. Natsir, seorang hamba
Allah adalah orang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah, sebagai pemimpin
manusia. Mereka menjalankan perintah Allah SWT dan berbuat baik kepada sesama
manusia, menunaikan ibadah terhadap Tuhannya sebagaimana dinyatakan dalam Al
Qur'an surat Al Baqarah ayat 177 Berdasarkan
ayat tersebut di atas, seorang hamba Allah adalah mereka yang memiliki enam
sifat sebagai berikut. Pertama, memiliki komitmen iman dan tauhid yang
kokoh kepada Allah serta terpantul dalam perilakunya sehari-hari. Kedua,
memiliki kepedulian dan kepekaan sosial dengan cara memberikan bantuan dan
santunan serta mengatasi kesulitan dan penderitaan orang lain. Ketiga,
senantiasa melakukan hubungan vertikal dengan Tuhan dengan menjalankan ibadah
shalat secara kontinu. Keempat, senantiasa melakukan hubungan horizontal
dengan sesame manusia dengan cara memberikan sebagain harta yang dimiliki
kepada orang lain. Kelima, memiliki akhlak yang mulia yang ditandai
dengan kepatuhan dalam menunaikan janji yang telah diucapkannya, Keenam,
memiliki jiwa yang tabah dalam menghadapi situasi dan kondisi yang kurang
menyenangkan, bahkan menakutkan.[18]
Bagi Muhammad Natsir, fungsi tujuan pendidikan adalah
memperhambakan diri kepada Allah SWT semata yang bisa mendatangkan kebahagiaan
bagi penyembahnya. Hal ini juga yang disimpulkan oleh Abuddin Nata, tentang
tujuan pendidikan Islam menurut Muhammad Natsir, bahwa pendidikan Islam ingin
menjadikan manusia yang memperhambakan segenap rohani dan jasmaninya kepada
Allah SWT. Hal ini sesuai dengan konsep Islam terhadap manusia itu sendiri.
Bahwa mereka diciptakan oleh Allah untuk menghambakan diri hanya kepada Allah
semata. Oleh karenanya segala usaha dan upaya manusia harus mengarah ke sana,
di antaranya adalah pendidikan. Firman Allah SWT “Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat:
56)
Selanjutnya Natsir mengatakan bahwa apabila manusia
telah menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah, berarti ia telah berada dalam
dimensi kehidupan yang mensejahterakan di dunia dan membahagiakan di akhirat.
Menurut Natsir dalam menetapkan tujuan pendidikan Islam, hendaknya
mempertimbangkan posisi manusia sebagai ciptaan Allah yang terbaik dan sebagai
khalifah di muka bumi.[19]
Perkataan menyembah-Ku sebagaimana terdapat dalam potongan surat
adz-Dzariyat tersebut di atas menurut Natsir memiliki arti yang sangat dalam
dan luas, lebih luas dan dalam dari perkataan-perkataan itu yang biasa kita
dengar dan gunakan setiap hari. ”Menyembah Allah” itu melengkapi semua ketaatan
dan ketundukan kepada semua perintah Ilahi yang membawa kepada kebesaran dunia
dan kemenangan di akhirat, serta menjauhkan diri dari segala larangan yang
menghalangi tercapainya kemenangan di dunia dan di akhirat itu.[20]
Mengurus pendidikan anak-anak orang Islam bukan hanya
menjadi fardhu ‘ain bagi orang tuanya, tapi juga menjadi fardhu
kifayah bagi tiap-tiap anggota dalam sebuah masyarakat. Beliau dasarkan
pada firman Allah QS. Ali Imran: 104
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka
adalah orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali Imran: 104)
Dengan demikian, tujuan pendidikan menetapkan tujuan
hidup. Tujuan hidup seorang muslim adalah berserah diri kepada Allah
sebagaimana tercermin dalam al-Qur’an surah Al-waqi’ah ayat 51. Inilah tujuan
yang pantas dan wajib dicantumkan oleh siapapun dalam memberikan pendidikan
kepada anak-anak. Natsir menjelaskan bahwa hakikat penghambaan kepada Allah
sebagai tujuan hidup juga menjadi tujuan pendidikan kita, bukanlah suatu
penghambaan yang memberikan keuntungan kepada yang disembah, tetapi penghambaan
yang mendatangkan kebahagiaan kepada yang menyembah, penghambaan yang
memberikan kekuatan kepada yang memperesembahkan dirinya itu. Penghambaan
inilah yang merupakan tujuan hidup sekaligus tujuan pendidikan yaitu menjadi
orang yang mempersembahkan segenap ruhani dan jasmaninya kepada Allah untuk
kemenangan dirinya dalam arti yang seluas-luasnya yang dapat dicapai oleh
manusia. Itulah tujuan hidup manusia diatas dunia. Tujuan tersebut haruslah
ditananmkan pada saat memberikan pendidikan kepada anak-anak kaum muslimin.[21]
D.
Karya-Karya Mohammad
Natsir
Muhammad Natsir selain
sebagai sosok aktivis pergerakan yang secara langsung menggerakkan berbagai
organisasi pergerakan, adalah juga seorang ilmuan yang banyak menuangkan
pemikiran dalam bentuk tulisan, baik majalah, maupun buku-buku. Tidak kurang
dari 52 judul tulisan yang telah ditulis Natsir dalam berbagai kesempatan,
sejak tahun 1930. Buku-buku tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Islam sebagai ideologi, diterbitkan tahun 1951 di
Jakarta. Buku ini berisi tentang ajaran Islam dalam kedudukannya sebagai
pedoman hidup manusia pada umumnya dan umat islam pada khususnya.
2.
Agama dan Negara, falsafah perjuangan Islam,
diterbitkan di Medan tahun 1951, berbicara tentang hubungan agama dan negara.
3.
Capita selekta, diterbitkan di Jakarta berisi dua
jilid, jilid 1 ditulis pada tahun 1954 dan jilid II pada tahun 1957. Kedua buku
ini mengulas tentang berbagai hal yang berhubungan dengan pemikiran umum
mengenai politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya.
4.
The new Morality (Moral Baru), terbit tahun 1969 di
Surabaya. Buku yang mengupas tentang pengaruh paham sekuler dalam kehidupan
manusia
5.
Islam dan Kristen di Indonesia, diterbitkan oleh CV.
Bulan Sabit di Bandung pada tahun 1969, berisi tentang uraian mengenai
keberadaan Islam dan dalam menghadapi upaya kristenisasi di Indonesia.[22]
E.
Analisis
Berdasarkan uraian
diatas, dimulai dari riwayat hidup, pemikiran beserta karya-karya Muhammad
Natsir, telah memberikan gambaran pada kita semua bahwa sosok Muhammad Natsir
bukan hanya seorang aktivis dalam pergerakan dalam organisasi pemerintahan,
akan tetapi ia juga merupakan seorang ilmuan yang telah melahirkan beberapa
buku yang bernuansa pendidikan. Berkaitan dengan sistem pemerintahan, Mohammad
Natsir lebih menitik beratkan pada penggunaan sistem pemerintahan demokrasi
atau lainya, yang berlandaskan pada ajaran agama Islam yaitu al Qur’an dan
Sunnah Nabi SAW. Perjuangan dan pemikirannya dalam hal pendidikan merupakan
salah satu konstribusi yang cukup berperan dalam pelaksanaan pendidikan terutama
pendidikan yang berbasis pada lembaga keislaman. Bentuk pemikiran sebagaimana
yang disampaikan oleh Muhammad Natsir inilah yang seharusnya diterapkan agar
tidak terjadinya dikotomi dalam ilmu pengetahuan. Karena sesungguhnya Islam
meliputi ilmu seluruhnya baik itu ilmu yang berkenaan dengan pengembangan
kurikulum ilmu umum maupun keagamaan. Hal itu dapat kita lihat dari sejarah
keemasan pemerintah Islam beberapa tahun silam.
Oleh karena itu, kita
sebagai umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam seutuhnya,agar kita mampu
membawa diri dari ketertinggalan terutama dalam pendidikan. Salah satu upaya
yang dapat kita lakukan adalah dengan mengimplementasikan nilai dan pemikiran
yang diungkapkan oleh Muhammad Natsir dan mengambil pelajaran serta menumbuhkan
motivasi perjuangan dengan mempelajari bagaimana sosok Muhammad Natsir dilihat
dari riwayat hidupnya terutama bagaimana semangat perjuangan dan pendidikan
yang ia tempuh hingga wafatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafi’i Ma’arif, Peta Bumi Intelektualisme
Islam di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1993)
Anwar Harjono, Pemikiran dan Perjuangan
Mohammad Nasir, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1996)
Drs.
A. Susanto, M.Pd, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009),
http://digilib.umm.ac.id.Pemikiran
Pendidikan Islam Muhammad Natsir, diakses tanggal 20 Januari 2012
http://azrul-mubin.blogspot.com/2012/07/makalah-m-nasir.html
Mohamad Nasir, Pendidikan, Pengorbanan, Kepemimpinan, Primordialisme dan
Nostalgia, (Jakarta : Media Dakwah, 1987)
Muhammad
Natsir, Kapita Selekta I, (Jakarta: Bulan Bintang, 2008),
Prof. Dr. H. Ramayulis dan Prof. Dr. Samsul Nizar, M.A, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia,2009)
[1] Prof. Dr. H. Ramayulis dan Prof.
Dr. Samsul Nizar, M.A, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,2009),hlm. 361
[2] Ibid.
[4] Herry Muhammad, dkk, Tokoh-Tokoh
Islam yang Berpengaruh pada Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 48
[7]
Ibid
[8]
Drs. A.
Susanto, M.Pd, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009),
hlm.116
[9]
Mohamad Nasir, Pendidikan,
Pengorbanan, Kepemimpinan, Primordialisme dan Nostalgia, (Jakarta : Media
Dakwah, 1987)
[10] Tohir Luth, M.Nasir, Dakwah dan
pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 1999)
[11]
Drs. A.
Susanto, M.Pd, Loc.Cit
[12] Ibid.
[14]
Prof. Dr. H. Ramayulis, Op.Cit.,hlm.
365
[15] Ibid.,hlm. 378
[16] Prof. Dr. H.
Ramayulis dan Prof. Dr. Samsul Nizar,
M.A, Op.Cit, hlm. 365
[17] Pemikiran
Pendidikan Islam Muhammad Natsir. Diakses tanggal 20 Januari 2012
dari, (http://digilib.umm.ac.id
[20]
Muhammad Natsir, Kapita Selekta I, (Jakarta: Bulan Bintang, 2008), hlm.
86
[21]
Drs. A. Susanto, M.Pd, Op.Cit, hlm. 122
[22]
Ibid.,hlm. 117
Subhanalloh, tulisan yang begitu komprehensip tentang M.Natsir
BalasHapusMystino Casino Review – Claim Bonus Codes
BalasHapusMystino has a great welcome 188bet bonus that gives you up to $1600 for you to play and win. クイーンカジノ The casino is filled with attractive ミスティーノ offers to get you
Mohegan Sun, Uncasville - MapyRO
BalasHapusFind out which casino is closest to Mohegan Sun, 포천 출장마사지 Uncasville, 충청북도 출장안마 using detailed data from 광주광역 출장마사지 14360 제주도 출장안마 reviews 대구광역 출장안마 of casinos.
The casino casino hotel at Harrah's and the LINQ - Air Jordan
BalasHapusThe casino hotel buy jordan 18 white royal blue at Harrah's air jordan 18 retro men sale and the LINQ Hotel 샤오미토토 in air jordan 18 retro men red online site Las Vegas is the most beautiful place to air jordan 18 retro toro mens sneakers be if you're going to visit the action at the